Destinasianews – Asap pembakaran sate ayam fillet dibawa angin ke tengah kerumunan warga RW 09 Kompleks Riung Bandung, Kota Bandung pada Ahad, 28 Juli 2024. Siang itu warga dipimpin Ketua RW 09 Kelurahan Cisaranten Kidul Kecamatan Gedebage, Deni Komaransyah.

Mereka berkumpul di pelataran Masjid Al Ikhlas ikut memeriahkan hari lahir negeri ini yang ke-79. Warga tampak antusias menonton lomba karaoke Agustusan tingkat RW yang digelar selama dua hari sejak Sabtu. Tercatat 29 warga dari 10 ke-RT-an daftar menjadi peserta tarik suara.

Dan alunan musik lagu wajib “Berkibarlah Bendera Negeriku” dari Gombloh pun akhirnya berpadu dengan aroma daging ayam bakar yang bersumber dari stand sate MaDewi. Stand tersebut menjadi salah satu aksesoris yang dihadirkan panitia guna memeriahkan lomba.

Stand Kuliner

Bunda Dewi, owner MaDewi, tak sendirian jualan. Terlihat juga stand jajanan kuliner lain turut menyemarakkan lomba. Ada ubi bakar Cilembu, bermacam minuman segar dan buah-buahan, pentol hingga kue ketawa.

Sate ayam MaDewi memang menjadi primadona jajanan warga. Dagingnya yang empuk dengan bumbu lezat serta nasi pulen membuat porsi sate yang ia tawarkan memiliki rasa dan kelembuatan berbeda dibanding sate-sate lain. Cita rasa sate yang berbeda itulah yang menjadi ciri khasnya.

RW 09 Riung Bandung
Stand Sate MaDewi. (Foto: Yadi)

Cita rasa itu tak didapat Dewi lewat mimpi. Ia tekun melakukan berbagai eksperimen agar daging yang dihidangkan terasa empuk, gurih dan renyah.

Tak lupa, ia pun berkali-kali melakukan tes alias pengujian kepada teman-temannya untuk merasakan satenya.

Karena cita rasa berbeda itulah, tak mengherankan jika pesanan demi pesanan datang silih berganti tanpa henti. Dewi dan tiga orang asistennya yakni Nita, Tante Lisna dan Mamah Mimin terpaksa berjibaku sampai tak sempat makan melayani pembeli yang datang.

Hari itu 700 tusuk sate ludes hanya dalam hitungan jam. Itu artinya, sate Dewi mengalami kenaikan penjualan yang signifikan atau hampir dua kali lipat dari hari sebelumnya. Pada hari pertama acara, Sabtu (27/07/24), satenya laku terjual hingga 400 tusuk.

Bukan tanpa alasan sate MaDewi laris manis. Salah seorang warga, Ustad Rosyid, yang terlihat lahap memakan potong demi potong 15 tusuk sate yang dipesan mengaku rasa sate MaDewi memang berbeda dari sate lain yang biasa ia makan.

“Dagingnya empuk, bumbunya gurih. Pokoknya maknyusss,” kata imam rawatib di Masjid Al Ikhlas tersebut.

BUMM Al Ikhlas

Sate MaDewi dan jajanan kuliner lain merupakan unit-unit usaha yang berhimpun dalam manajemen badan usaha milik masjid (BUMM) Al Ikhlas. Melalui program Satu Desa Satu Pujasera (Sadasapa), BUMM Al Ikhlas ingin menghadirkan pusat jajanan yang menyuguhkan berbagai produk, terutama di sektor kuliner.

Agus Setiawan, konseptor Sadasapa dan salah satu perintis BUMM Al Ikhlas berniat mewujudkan mimpi menguatkan ekonomi kerakyatan itu menjadi kenyataan. Karenanya ia aktif membangun berbagai gerakan pemberdayaan usaha mikro meski melalui komunitas-komunitas kecil. Seperti yang dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya tersebut.

Dalam pandangan Agus, sejauh ini usaha mikro belum mendapat perhatian yang layak dari pemerintah dan lembaga keuangan. Tidak adanya kementerian yang khusus mengelola usaha mikro menandakan pemerintah belum melihat potensi besar sektor ini.

Padahal usaha mikro menyimpan potensi ekonomi yang dahsyat jika semua stakeholder turut serta memberdayakannya.

“Selama ini, pemerintah berkutat dengan program pelatihan saja. Program pelatihan memang boleh-boleh saja. Tapi jika setelah pelatihan, pelaku (usaha) mikro dibiarkan tanpa diberdayakan, sama saja omong kosong. Jadi yang terpenting, bagaimana pemerintah bisa memberdayakan pelaku mikro agar bisa tumbuh dan kuat,” kata dia.

Di lingkungan tempat tinggalnya itu, Agus termasuk salah satu yang memprakarsai hadirnya BUMM Al Ikhlas. Melalui unit usaha tersebut kebutuhan sembako warga RW 09 Riung Bandung dan sekitarnya dipasok.

Pengelolaan BUMM ditekankan pada sistem manajerial usaha yang rapih. Salah satunya dengan mencatat setiap transaksi melalui aplikasi Sadasapa. Dengan cara itu, pengelolaan BUMM lebih transparan dan modern.

Agar kelangsungan usaha BUMM berumur panjang, menajemen melakukan kerjasama dengan para pelaku usaha mikro yang memproduksi bermacam makanan dan minuman. Dengan demikian siapa pun warga yang memiliki produk, bisa menitipkannya di BUMM tersebut.

Tentu saja tidak sembarang produk bisa didisplay di rak BUMM. Setiap produk pelaku mikro yang ditawarkan mesti melewati tahap pengujian rasa. Tes ini penting agar produk yang ditawarkan terjaga kualitasnya dan memiliki daya saing sehingga laku terjual.* (Nanan)

 

Baca juga: Koperasi BUMM Ikhlas Mandiri Gelar Pelatihan Usaha Mikro, Agus Setiawan ‘UMKM Naik Kelas Jawa Barat’: Membuka Peluang …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *