Oleh: Anto Ramadhan
(Pengamat Budaya, tinggal di Kawasan Cicadas Kota Bandung)

destinasiaNews — Analisis terhadap figur Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dan tokoh fiksi Wiro Sableng, cukuplah menarik. Pasalnya, keduanya memiliki perbandingan mendalam diberbagai dimensi. Bila dua figur ini diperbandingkan, niscaya akan menjadi yang cukup unik. Pasalnya lagi, yang satu adalah figur tokoh politik secara nyata, satunya lagi berasal dan berada di dunia sastra.

Ditinjau dari dimensi kepahlawanan, Dedi adalah pejuang budaya di dunia nyata yang menggunakan politik sebagai “kapak” nya. Ia menghadapi tantangan moderen seperti intoleransi dan disinformasi, sedangkan Wiro adalah pahlawan simbolis yang mengkonsolidasikan mitos nusantara dalam cerita rakyat.

Dengan senjata kapak dan “tato 212“ yang ikonik. Dalam konteks ini, Wiro menawarkan fantasi tentang keadilan yang tercapai di dunia nyata.

Ada kesamaan utama dari “Narasi Pahlawan Lokal” antara keduanya. Secara “alkuturasi budaya”, Dedi memadukan Islam dan Sunda, sedangkan Wiro memadukan Jawa, Budha, dan mitos Tiongkok.

Jika dilihat dari aspek perlawanan hegemoni, Dedi berhadapan dengan kelompok radikal agama, sedangkan Wiro Sableng berhadapan dengan penjahat korup dan asing.

Namun keduanya berhasil bertranformasi, Dedi dari politisi kontroversial menjadi pemimpin yang diakui, Wiro dari pemuda liar menjadi pendekar bijak.

Melompat ke dimensi “Filosofi Kepemimpinan dan Perjuangan”, Dedi Mulyadi dianggap berhasil melestarikan budaya Sunda dan mengusung toleransi beragama serta melakukan diplomasi budaya melalui simbol lokal antara lain patung, wayang, dan ungkapan “Sampurasun”. Dedi pun kerap melakukan dialog lintas agama.

Di sisi lain dengan bersenjatakan “Kapak Sakti” Wiro Sableng pun melakukan penegakan keadilan dan perlindungan kaum lemah, melawan penjahat, siluman dan pengkianatan, serta ahli supra natural di dunia persilatan.

Sedangkan dilihat dari Tinjauan Relasi dengan Tradisi dan Spiritualitas, Dedi Mulyadi menghidupkan kearifan Sunda misalnya mempromosikan ungkapan “Sampurasun” serta mendukung penganut Sunda Wiwitan untuk hidup harmonis dengan pemeluk agama lain .

Dedi juga menolak diklaim sebagai “titisan Prabu Siliwangi” oleh penganut Sunda Wiwitan, dan menegaskan identitasnya sebagai Muslim . Lain lagi dengan Wiro Sableng, dia berakar pada mitologi Jawa-Buddha dengan elemen gaib, tato”212”, kapak Naga Geni. Wiro bertransformasi karakter dari pemuda kasar (sableng) menjadi bijaksana. Melalui petualangan spiritual, Wiro berhasil menjadi lebih dewasa. Mknawinya, Wiro mengurangi sikap sableng-nya dan lebih memilih berdamai dengan dirinya. Dia rela berkorban, mengalah dalam cinta, mundur saat wanita pilihannya memilih orang lain.

Giliran masuk dimensi “Representasi dalam Budaya Populer dan Masyarakat”, keduanya sangat berbeda. Dedi masuk ke dalam politik nyata dan kontroversi publik. Kalau di studi gender ada yang namanya sexual decoys (harfiah: umpan seksual). Nah, Dedi Mulyadi ini “cultural decoys”. Budaya ditampilkan sebagai persona. Sedangkan Wiro Sableng adalah mitos lokal 300 Novel 212 Kapak Naga Geni yang menjadi ikon heroik lintas budaya Nusantara.

Tetapi faktanya Dua Model Kepahlawanan Dedi Mulyadi dan Wiro Sableng sama-sama merepresentasikan perjuangan identitas kultural di Indonesia, namun dengan arena berbeda:

– Dedi adalah pejuang budaya di dunia nyata yang menggunakan politik sebagai “kapak”-nya, menghadapi                      tantangan modern seperti intoleransi dan disinformasi .

– Wiro adalah pahlawan simbolis yang mengonsolidasikan mitos Nusantara dalam cerita rakyat, menawarkan                  fantasi tentang keadilan yang tak tercapai di dunia nyata .

Alhasil, keduanya membuktikan bahwa kepahlawanan biasa lahir dari ketidaksempurnaan, melainkan dari keberanian mempertahankan akar dan nilai-nilai sakral di tengah perubahan zaman.

Muaranya, semoga kita bisa belajar dari sebuah perjuangan manusia yang hakiki. Tak lain, menegakkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat perlu pengorbanan, serta saling pengertian, Apapun itu, boleh-boleh saja kan Bro, filosofi kepemimpinan dan perjuangan sakral manusia dikaji, serta diambil hikmahnya?! (Berbagai Sumber, AI).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *