Pelatih Lima Zaman 'Abah Landoeng Melatih Para Petenis Jurnalis Bela Negara (JBN) di Makodiklatad Jalan Aceh Kota Bandung, Selasa, 27/2/2024.

destinasianews.id – Jurnalis Bela Negara (JBN) jelang JBN Cup kembali berlatih tenis di Lapangan tenis Makodiklatad Jalan Aceh Kota Bandung, Selasa, (27/2/2024).

Latihan tenis di Makodiklatad kali ini sedikit berbeda, karena Jurnalis Bela Negara (JBN) mengajak Abah Landoeng (98 thn) yang pernah menjadi pemungut bola di zaman Belanda.

Abah Landoeng didampingi Ketua DPC Jurnalis Bela Negara (JBN) Kota Bandung Drs. Harisman Subawijaya, selain ikut melatih para Jurnalis yang tergabung dalam Jurnalis Bela Negara (JBN), juga bercerita perjalanan hidupnya.

Abah Landoeng menceritakan, dirinya lahir 11 Juli 1926,.”Abah sudah menjadi pemungut bola tenis, sejak usia 7 tahunan, yakni sejak tahun1933,” ungkapnya.

Abah Landoeng disela-sela istirahat mengungkapkan, paling sering dirinya memungut bola tenis di Lapangan tenis di Jalan Ambon No 2 Bandung, dekat Lapangan Saparua.

Momen tersebut terjadi pada tahun 1930-an hingga 1942, “Abah baru bisa menjadi pelatih sepenuhnya di tahun 1945 hingga 1970-an, dengan profesi utama sebagai guru SMPN 2 dan SMPN 5 Kota Bandung,” ujar Abah Landoeng yang kini tinggal di daerah Central Kota Cimahi bersama istrinya Sani.

Hal cukup menarik, alias suka-duka yang dialami Abah Landoeng saat menjadi pemungut bola tenis, di lapangan yang saat ini berlokasi di Jalan Ambon No.2 yang bersebelahan dengan Taman Maluku, Abah Landoeng sempat kena straap (hukuman), bahkan hidup di jeruji besi atau penjara selama dua hari akibat salah mengembalikan bola tenis.

“Hari pertama pada tahun 1942 itu, Abah dijebloskan ke penjara Banceuy, dan hari kedua dipindah ke penjara yang berlokasi LP Sukamiskin,” ungkap Abah Landoeng.

“Abah dibui kala itu karena persoalan sepele, Petenis Belanda yang saat itu berprofesi sebagai Jaksa gagal menangkap bola yang dilempar Abah sesuai instruksi Abah,” ungkap Abah Landoeng.

Abah Landoeng menceritakan, saat itu karena kesal sang Jaksa tidak bisa menangkap bola yang dilemparnya, pejabat tersebut marah besar, namun dirinya yang juga kesal karena telah beranjak remaja ikut marah juga, lalu dirinya mengucapkan kata-kata makian campuran Bahasa Belanda dan Bahasa Sunda dengan lantang.

Mendengar makian Abah Landoeng mungkin karena ada bahasa godverdomme, sang pejabat Belanda marah besar, akibatnya Abah Landoeng sempat di-straap, “Ya, gara-gara miskomunikasi saat memungut bola tenis,” ujar Abah Landoeng.

Lebih unik lagi kata Abah Landoeng, seusai dirinya menjalani hukuman, sang pejabat yang Belanda totok, orang tua Abah Landoeng mengatakan bahwa Itu adalah upaya disiplin, karena pejabat tersebut sayang kepada Abah Landoeng.

Abah Landoeng (tengah/ikat kepala) dan Kol. TNI AD Ade Herry (kaos merah) berfoto bersama para petenis Jurnalis Bela Negara (JBN) sebelum berlatih tenis.

Abah Landoeng disela-sela melatih para Jurnalis mengatakan, dirinya di zaman Belanda setiap hari bisa mendapat penghasilan satu hingga dua ketip atau 1/5 Gulden.

“Satu ketip 10 sen, satu Gulden 10 ketip, uang tersebut Abah manfaatkan mengajak 5 sampai 10 teman makan makanan mewah, ukuran pada saat itu,” ungkap Abah Landoeng.

Masih dalam ingatan Abah Landoeng, ada beberapa teman yang kerap diajak makan di antaranya Kolonel Darsono eks Komandan Dewaruci pertama, “Kolonel Darsono sudah almarhum,” ungkapnya.

“Teman kedua Abah yang diajak makan adalah Mispar, eks Komandan Lanud Husein Sastranegara Bandung dan eks Komandan Bandara Sulaiman, kedua tokoh tersebut saat itu di era tahun 1950-1960-an cukup tenar di Kota Bandung dan Jawa Barat,” ungkap Abah Landoeng.

Lebih lanjut Abah Landoeng bercerita saat menjadi pelatih tenis, “Beberapa murid Abah di antaranya Jenderal Edi Sudrajat, dan Jenderal Aang Kunaefi,” ungkapnya.

Abah Landoeng bercerita, saat dirinya melatih Jenderal Edi Sudrajat, tiba-tiba Edi Sudrajat permisi ke toilet, namun tiba-tiba datang Perwira tinggi yang mau mengantar surat, uniknya justru dirinya disuruh Perwira tinggi  tersebut untuk mengantarkan surat.

Tanpa disangka-sangka jenderal Edi Sudrajat keluar dari toilet, dan bertanya kepada Perwira tinggi kemana gurunya, yakni Abah Landoeng, Perwira tinggi tersebut lalu mengatakan Abah Landoeng disuruh olehnya mengantar surat, “Itu Guru saya, tidak sopan kamu, ayo minta maaf!”, kata Jenderal Edi Sudrajat kepada Perwira tinggi tersebut dengan wajah berang.

Perwira tinggi tersebut menurut Abah Landoeng kaget! dan langsung meminta maaf berkali-kali dengan gerakan hormat militer ke Jenderal TNI Edi Sudrajat.

Beberapa hari kemudian menurut Abah Landoeng, Perwira tinggi tersebut datang ke SMPN 2 Kota Bandung tempat dirinya mengajar, di sana Perwira tinggi itu meminta maaf, dan membawa bingkisan.

“Nah itu sedkit kisah Abah Landoeng gara-gara olahraga tenis, masih banyak kisah unik lainnya, tapi cukup dulu ya?” kata Abah Landoeng yang dikenal sebagai guru sekolah dari penyanyi balada Indonesia Iwan Fals alias Virgiawan Liestanto (63), kala menimba ilmu di SMPN 2 Kota Bandung era 1970-an.

Salah satu Jurnalis bernama Ariesmen yang asli Betawi yang sejak tahun 1980-an berkecimpung di koran milik Harmoko, Poskota mengatakan, dirinya sangat senang bertemu dengan Abah Landoeng yang mau turun gunung melatih para Jurnalis, “Ini hal unik, Abah Landoeng di usia 98 tahun masih mampu melatih tenis para Jurnalis, salut,” pungkasnya. (HRS/JBN/dtn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *