destinasianews.id – “Kalau soal ada tidaknya jurig (hantu) di sekolah ini, setahu saya … tidak ada itu. Jadi aman-aman sajalah. Tetapi, pernah ada yang bilang, dulu sekali ada makhluk halus layaknya jelmaan Noni Belanda katanya. Ia cuma minta bedak cap Noni. Setelah, dipenuhi permintaannya, ya aman sampai sekarang, semoga ke depan juga amalah,” kata Kepala Sekolah SMAN 20 Bandung Aam Hamzah, S.Pd sambil senyum dikulum. Aam Hamzah memang sedang dirubung para jurnalis (23/2/2024), di antaranya ia ditanyai terkait status sekolahnya yang menyandang sebagai bangunan heritage (gedung cagar budaya).
Cuplikan jawaban Aam Hamzah di atas, yang dua tahun terakhir ini menjabat sebagai kepala sekolah di SMAN 20 Bandung, berlangsung usai acara Penyerahan Piagam Kujang kepada Kepadanya dari Kawargian A.B.A.H Alam yang diketuai Adhitiya Alam Syah atau yang akrab disapa Abah Alam.
“Sudah banyak kerjasama Kawargian A.B.A.H. Alam dengan sekolah ini, utamanya dalam hal pelestarian budaya Sunda. Kebetulan pula sekolah ini yang dibangun sejak 1930-an, punya fungsi khusus sebagai gedung cagar budaya di Kota Bandung,” papar Abah Alam.
Kondisi Cagar Budaya itu …
Kembali ke soal bangunan SMAN 20 yang sejak lama ditetapkan sebagai Gedung Cagar Budaya, bangunan utama sekolah ini berdiri sejak 1930 di atas lahan seluas 6.205,1 m2 dengan luas bangunan waktu itu 1.536,1 m2.
“Yang masuk bangunan heritage ada beberapa kelas-kelas di lantai satu, termasuk bagian lobby. Nah dulu itu di sini ada kolam (halaman muka –red.). Datang ke sini saya tambahkan Taman Aksara, untuk melestarikan budaya Sunda kuno atau Karuhun. Kebetulan kan di Bandung, rasanya belum ada tempat atau sekolah yang secara khusus melestarkan peninggalan seperti ini. Nah, kami bekerjasama dengan komunitas Budaya Sunda, di antaranya Kawargian A.B.A.H. Alam ini,” sambung Aam Hamzah.
Masih kata Aam Hamzah, menyinggung soal pelestarian bangunan heritage sekolahnya, ia memohon kepada pihak terkait untuk segera memberi perhatian khusus atas beberapa sudut bangunan seperti atap dan struktur penopangnya, tiang di selasar, dinding kelas, termasuk jendela. Permasalahannya, pihak sekolah tidak bisa semena-mena memperbaikinya, ada banyak prosedur termasuk bahan atau material khusus yang harus dipenuhi. Lainnya, ya soal anggaran:
“Memang belum diajukan ke Disdik Jabar, tetapi pernah empat bulan lalu kami datangkan orang dari pihak heritage. Janjinya, mereka mau datang lagi ke sini untuk menganalisis, dan observasi lanjutan, termasuk bekerjasama dengan instansi terkait dan perguruan tinggi. Sayangnya, belum ada kabar…”, terang Aam Hamzah sambil menambahkan – “Ini kan bangunan cagar budaya, sehari-hari fungsinya sebagai sekolah. Inginnya sih, ya lestari, juga safety buat anak-anak.”
Aam Hamzah kembali ditanya tentang bagaimana mengatasi agar bangunan lama yang identik dengan ‘jurignya’, tidak mengganggu kepada para penghuninya?
“Di jaman modern ini, Alhamdulillah anak-anak kami tak percaya akan hal itu. Yang pentng iman kuat, bersekolah fokus, dan rajin sholat tentunya, tutup Aam Hamzah dengan sedikit tersenyum, sambil memungkas – “Sudah ya, jangan bahas soal jurig lagi ya?” (HS & Tim/HRS/dtn)