DESTINASIA – Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menegaskan pentingnya perlindungan warisan budaya dunia di tengah ancaman bencana alam dan konflik bersenjata global yang kian meningkat. Hal ini disampaikannya saat membuka Seminar Hari Warisan Dunia di Gedung Merdeka, Bandung, Senin (28/4/25). Acara yang juga rangkaian dari peringatan 70 tahun Konperensi Asia Afrika (KAA).
Dalam paparannya, Fadli Zon mengungkapkan bahwa warisan budaya, baik berupa situs fisik, memori kolektif, maupun nilai-nilai luhur merupakan jembatan hidup antar generasi dan antarbangsa. Ia mengingatkan bahwa tema Hari Warisan Dunia tahun ini, “Heritage under Threat from Disaster and Conflict”. Tema yang mengajak masyarakat global untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keberlangsungan warisan budaya di tengah situasi dunia yang penuh ketidakpastian.
“Ketegangan global, konflik bersenjata, dan perang membawa dampak langsung terhadap kesejahteraan warisan dunia. Kita menyaksikan tragedi yang terjadi di Palestina, di mana ratusan situs bersejarah hancur akibat agresi militer,” ujarnya.
Fadli menilai penghancuran situs-situs budaya di Palestina sebagai bentuk cultural genocide — penghancuran sistematis terhadap identitas dan memori kolektif sebuah bangsa. Ia juga menegaskan konsistensi sikap Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina sejak masa awal kemerdekaan hingga saat ini.
Kebudayaan Nasional dan Perintah Konstitusi
Pada konteks nasional, Fadli mengingatkan kembali amanat konstitusi yang tercantum dalam Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945. Pasal yang menugaskan negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia.
“Negara harus aktif memajukan budaya nasional, bukan sekadar membiarkannya. Ini perintah konstitusi yang bersifat imperatif,” ungkapnya.
Ia menyoroti sejumlah tantangan yang dihadapi warisan budaya nasional, mulai dari risiko kebakaran di situs cagar budaya, erosi akibat aktivitas alam. Hingga tekanan pariwisata massal dan pembangunan yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan.
Masih menurutnya, Indonesia saat ini memiliki enam warisan budaya dunia, empat warisan alam dunia, serta 18 situs yang sedang diajukan untuk masuk dalam daftar sementara (tentative list) UNESCO. Selain itu, Indonesia juga mencatatkan 2.213 warisan budaya tak benda di tingkat nasional. Dengan 16 di antaranya telah diakui UNESCO, termasuk wayang, batik, keris, gamelan, pantun, hingga tradisi lontar Bali.

Bandung sebagai Warisan Dunia
Di acara tersebut, Menbud juga menyatakan dukungannya terhadap prakarsa Pemerintah Kota Bandung. Untuk mengajukan Gedung Merdeka dan kawasan Jalan Asia Afrika sebagai Warisan Dunia UNESCO.
Gedung Merdeka, menurutnya, merupakan saksi sejarah penting lahirnya Konperensi Asia Afrika (KAA) 1955. Sebuah peristiwa yang menjadi tonggak solidaritas bangsa-bangsa Asia dan Afrika dalam memperjuangkan kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri.
“Bandung harus dikenang sebagai kota diplomasi, tempat lahirnya prinsip-prinsip kemanusiaan, anti-kolonialisme, dan solidaritas global,” ucap Fadli.
Ia menambahkan bahwa semangat Konperensi Asia Afrika, atau “Bandung Spirit”, perlu terus dihidupkan. Serta dijadikan inspirasi dalam menghadapi tantangan dunia masa kini, terutama di tengah ketegangan geopolitik yang semakin tinggi.
Indonesia Harus Kembali Memimpin
Menutup sambutannya, Fadli Zon menyerukan agar Indonesia tidak hanya mengenang sejarah, tetapi juga mengaktualisasikan nilai-nilai perjuangan tersebut dalam kehidupan nyata saat ini.
“Indonesia harus kembali menjadi pemimpin di kawasan Asia dan Afrika. Kita harus menjadi bangsa yang memimpin, bukan sekadar mengikuti,” tegasnya.
Menbud juga menyatakan optimisme bahwa di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, Indonesia dapat memainkan peran yang lebih besar di panggung dunia. Terutama dalam memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kemanusiaan, dan perdamaian.
“Semangat Bandung harus diaktualisasikan dalam kehidupan kita hari ini, sebagai semangat untuk keadilan, kemanusiaan, dan kedamaian dunia,” pungkasnya.* (IG)
Baca juga:Upaya Pelestarian Budaya, BPK Wilayah IX Gelar “Cerita Citarum”